Senin, 25 November 2013

Bisnis Ber-Etika

NAMA : Shintia Ayu I
KELAS : 4ea03
NPM : 16210529

CIRI-CIRI BISNIS BERETIKA

1.Ketaatan pada Hukum dan Aturan
Pelaku usaha dikatakan menyimpang dari aturan dan hukum bila tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam undand-undang (contoh: Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Pangan, Undang-Undang Lingkungan, dsb.) atau mengingkari kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak (contoh: perjanjian).
•Pengembang yang menjual rumah dengan mengabaikan persyaratan legalitas maupun ketentuan standar keselamatan;
•Perusahaan yang mempekerjakan anak, melanggar ketentuan cuti hamil dan cuti bersalin, libur dan dan istirahat karyawan.
•Perusahaan yang memungut imbalan atau jaminan uang atas pekerjaan yang diberikan kepada karyawan;
•Perusahaan yang menjual produk yang rusak, daluarsa, dan berbahaya;
•Pengelola parkir yang mencantumkan klausula eksonerasi (pengingkaran atau pengalihan tanggungjawab) atas risiko kehilangan kendaraan atau barang dalam kendaraan yang di parkir di wilayahnya
•Perusahaan yang menggunakan iklan yang menyesatkan

2.Akuntabilitas
Pelaku dikatakan tidak menerapkan prinsip akuntabilitas bila pelaku usaha tidak menerapkan prinsip-prinsip usaha yang sehat dan bertanggungjawab, yang meliputi tahapan perencanaan, perancangan, produksi, pemasaran, penjualan, dan pelayanan purna jual. Asas ini mengharuskan pelaku usaha menjalankan usaha dengan profesional dan bertanggungjawab. Berikut ini contoh perusahaan yang tidak akuntabel bila:
•Manager investasi yang menanamkan uang klien pada investasi yang berisiko tinggi hanya demi mengejar ’rente’;
•Produsen yang tidak cermat dalam mengolah produk sehingga membahayakan kesehatan konsumen;
•Perusahaan periklanan membuat iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, menyudutkan pesaing, dan cenderung merupakan muslihat.
•Kontraktor bangunan mengabaikan konstruksi bangunan sehingga membahayakan konsumen.

3.Responsibilitas
Responsibilitas adalah suatu sikap bertanggungjawab atas suatu kerugian yang dikeluhkan konsumen, atau yang didesakkan oleh masyarakat tentang suatu penyimpangan. Perusahaan mestinya memegang teguh janji yang harus ditepati, dan segera menepatinya. Dalam dunia usaha, penyimpangan yang banyak terjadi adalah pengalihan tanggungjawab (eksonerasi), yang mana pelaku usaha secara sepihak memutuskan untuk tidak bertanggungjawab atas risiko kerugian yang diderita konsumen, meskipun barang tersebut dalam wilayah kekuasaan pengelola parkir. Contoh pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab:
•Penjual menolak memberi ganti rugi atas kerusakan barang yang merugikan pembeli;
•Pengelola parkir yang menolak mengganti kerugian atas kendaraan yang hilang di wilayah parkirnya;
•Perusahaan yang menolak membantu biaya perawatan rumah sakit pada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja;

4.Transparansi

Pelaku usaha disebut transparan apabila mereka memberikan informasi secara proporsional dan efektif. Seringkali pelaku usaha sengaja menutupi atau menyembunyikan informasi tertentu kepada konsumen dengan tujuan mengelabui atau memanipulasi kesan.
Contoh pelanggaran diantaranya:
•Penjual barang tidak menginformasikan cacat yang tersembunyi kepada konsumen;
•Perusahaan pembiayaan konsumen tidak menjelaskan risiko hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi;
•Produsen obat tidak mencantumkan efek samping obat y ang dijual;

5.Kejujuran

Kejujuran adalah suatu nilai dimana pelaku usaha mengatakan sesuatu dengan sebenar-benarnya, tanpa ada yang dipalsukan atau disembunyikan. Dalam praktik, banyak pelaku usaha yang membuat iklan atau promosi yang manipulatif, menutupi cacat, membuat kesan yang menyesatkan, dan sebagainya.
Contoh pelanggaran:
•Penjual obat mengklaim obatnya bisa menyembuhkan bermacam-macam penyakit seketika;
•Pemilik toko memasang iklan menjual barang diskon, yang sebenarnya hanya bermaksud menggiring orang orang membeli barang lain;
•Bank menentukan sepihak menaikkan beban tagihan yang sudah disepakati semula;

6.Independensi

Independen artinya mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain tidak akan bisa menghasilkan produk maupun proses yang bisa dipertanggungjawabkan. Pelaku usaha yang independen akan berpedoman pada keyakinan dan kompetensinya sehingga produk yang dihasilkan diyakini aman dan memberi manfaat terbaik bagi konsumen. Contoh adanya intervensi:
•Pengembang ’menyunat’ spesifikasi konstruksi perumahan agar bisa menyisihkan sejumlah uang untuk para pejabat pemerintah bagian perijinan.
•Anggota asosiasi usaha dilarang menjual barang atau jasa dibawah harga yang sudah dipatok oleh asosiasi, meskipun harga rendah tersebut sudah menguntungkan.
• Pengelola media massa hanya boleh menyampaikan berita-berita yang tidak ’menyinggung’ penguasa


7.Empati
Bisnis yang berempati artinya bisnis yang bisa memperlakukan pihak lain sebagaimana dirinya mau diperlakukan. Ini selaras dengan ajaran ’the golden rule’ .
Contoh pelanggaran diantaranya:
•Perusahaan pembiayaan tidak mau tahu kesulitan konsumen untuk membayar angsuran meskipun yang bersangkutan sedang di rawat di rumah sakit;
•Penjual menjual produk yang membahayakan keselamatan konsumen;
•Pengerah tenaga kerja memeras para TKI;


supriyono.suroso@yahoo.com

2 Contoh Kasus Praktik Bisnis yang Tidak Ber-etika

NAMA : Shintia Ayu I
KELAS : 4ea03
NPM : 16210529

2 Contoh Kasus Praktik Bisnis yang Tidak Ber-etika


KASUS 1

SEBANYAK 56 BIRO IKLAN MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA.

Laporan : H.Erry Budianto.

Bandung-Surabayawebs.com

Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terakhir ini.

Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.

Dia mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian.

Surat teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.

Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.

Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’ katanya.

Analisis:
Tentu bisnis yang dilakukan perusahaan iklan diatas sangat tidak beretika karena mereka mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari biaya pemasangan iklan yang dibayar oleh beberapa konsumennya tanpa memperdulikan dampak yang ada. Jika iklan yang dipasang oleh perusahaan iklan tersebut tidak benar tentu saja ini merugikan orang-orang yang membeli suatu produk karna terpengaruh oleh iklan yang dipasang oleh perusahaan iklan tersebut.

KASUS 2
Sebagai contoh Bank XXX yang cukup dikenal dan memiliki nasabah banyak, pada November 2009 mengalami keadaan yang tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah, atau dalam dunia perbankan disebut dengan kalah kliring. Keadaaan ini membuat kepanikan dalam penarikan pada Bank tersebut. Selanjutnya setelah Komite Stabilitas Sektor Keuangan turun tangan dan menyelediki maslaah tersebut, akhirnya di tetapkan bahwa Bank XXX sebagaibank gagal. Akhirnya Bank XXX di tangani oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Untuk membenahi masalah yang ada, LPS menyuntikkan dana sebesar Rp 2,2 triliun. Namun ternyata ada masalah lain yang timbul, yaitu tuntutan ribuan investor atas penggelapan dana investasi senilai Rp1,38 triliun yang mengalir ke RT (mantan pemilik Bank XXX).
Menurut data kepolisian, RT membawa aset-aset Bank XXX sebesar US$ 19,25 juta atau Rp 192,5 miliar ke luar negeri. Mantan pemilik Bank XXX, RT mengaku dirinya tak memiliki banyak uang hingga Rp 12 triliun sebagaimana diberitakan. Menurutnya, jika dirinya memiliki uang sebanyak itu, maka dirinya pasti sudah berada di Singapura sesaat setelah Bank XXX diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan. Mantan pemilik Bank XXX yang diduga melakukan penggelapan dana nasabah divonis hakim penjara 4 tahun dengan denda Rp 50 miliar.
Ketua KPK Abraham Samad dicecar Timwas Bank XXX terkait berlarut-larutnya penyelesaian kasus bailout Bank XXX. Menurutnya, kekurangan penyidik menjadi kendala utama. “Kalau kita punya penyidik yang banyak, mungkin pertemuan kita kali ini akan mengatakan penyelidikan XXX naik ke penyidikan,” kata Abraham di depan pertemuan dengan Timwas XXX.
Dia mengatakan, akibat kekurangan penyidik tersebut, banyak kasus di KPK yang terbengkalai. Terlebih, saat ini 20 penyidik KPK ditarik oleh Polri. “Satu orang penyidik itu bisa memegang 5-6 kasus. Meski demikian, KPK akan terus bekerja keras untuk menyelesaikan semua kasus yang ada di KPK, termasuk kasus Bank XXX. Khusus XXX, pertemuan berikutnya kita sudah akan berada dalam tahapan yang berbeda,” tambah Samad yakin

Analisis:
Menurut saya, kasus yang terjadi pada Bank XXX diatas cukup memprihatinkan karena pada dasarnya bank didirikan untuk menyimpan dan menghimpun dana dari masyarakat, tetapi jika terjadi kasus seperti akan sulit bagi masyarakat untuk mempercayai suatu bank.
http://lachataa.wordpress.com/2012/10/14/tugas-contoh-kasus-yang-tidak-beretika-bisnis/

ETIKA BISNIS

Nama : Shintia Ayu I
Kelas  : 4ea03
NPM : 16210529

Pengertian Etika Berdasarkan Bahasa
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Etika bisnis memiliki padanan kata yang bervariasi, yaitu (Bertens, 2000):
1.      Bahasa Belanda à bedrijfsethiek (etika perusahaan).
2.      Bahasa Jerman à Unternehmensethik (etika usaha).
3.      Bahasa Inggris à corporate ethics (etika korporasi).

Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
·         Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
·         Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
·         Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.